Mau pilih yang mana “Melarang” atau “Mengawasi”
Hampir sebulan ini Anak-anak menghabiskan waktunya untuk bermain
Playstation. Dari pulang sekolah sampai menjelang Maghrib,bahkan sampai
lupa mengerjakan tugas sekolah, diakibatkan kecanduan Playstation.
Buat para orang tua, harus lebih banyak lagi memperhatikan para
anaknya, emang gak ada salahnya bermain playstation asalkan mereka masi
ingat waktu dan tugasnya.
Video game adalah permainan menggunakan interaksi berupa gambar yang
dihasilkan oleh peranti video. Dalam permainan itu umumnya ada sistem
penghargaan, seperti skor atau nilai. Hitungannya berdasarkan tingkat
keberhasilan yang dicapai dalam menyelesaikan tugas-tugas yang ada di
permainan. Sistem elektronik yang digunakan bisa berupa komputer atau
konsol permainan.
Akhir tahun 1994, Jepang meluncurkan permainan baru berupa
playstation (PS). Jenis permainan ini berupa grafis dari era 32-bit.
Setahun kemudian PS merambah ke Amerika Serikat dan Eropa. Sampai
akhirnya, PS menjadi booming sehingga membentuk Generasi PlayStation.
Ribuan game PS dengan berbagai jenis permainan telah diluncurkan ke
pasaran. Mei 2004 lalu, Sony sebagai perintis PS mengklaim telah
memproduksi 100 juta PS ke seluruh dunia. Termasuk, 7.300 judul
permainan dengan jumlah akumulasi 949 juta.
Meminimalkan dampak buruk
Ada orangtua yang melarang keras anak-anak bermain game. Karena
permainan itu lebih banyak mudharat ketimbang untungnya. Psikolog Reni
Kusumowardhani Msi menyatakan, kalau melihat untung-rugi bermain video
game atau PS bagi anak-anak bagaikan dua sisi mata uang. Dampak buruk
yang pasti timbul dari bermain PS berawal dari tidak ada pembatasan
waktu. Anak-anak dibiarkan main sesuka hatinya. Dampaknya mereka akan
ketagihan ingin terus bermain. Apalagi kalau belum menang, anak-anak
pasti penasaran. Jika waktu banyak tersita bermain game, kewajiban anak
di sekolah atau rumah pun bisa terbengkalai.
Dampak buruk lainnya, tidak semua jenis PS bisa dinikmati anak-anak.
Kini banyak beredar permainan berbau porno dan kekerasan –lawannya
dibanting, ditembak sampai dibunuh. Jenis permainan ini, kata Reni,
harus dihindari dari anak-anak karena sangat membahayakan bagi
perkembangan.
”Jauhkan anak-anak dari permainan video yang berdarah-darah, kasar,
dan sadis,” lanjut Reni. Dampaknya, paparnya kemudian, anak-anak bisa
tidak memiliki rasa sensitif, rasa sayang terhadap orang lain akan
berkurang. ”Lebih jauh lagi hal-hal yang berbau kekerasan menjadi hal
biasa.”
Menurut Reni, dampak buruk tersebut dapat diminimalkan jika orangtua
ikut berperan aktif mengawasi anak-anak. Buatlah perjanjian dengan anak
cantumkan poin-poin apa saja yang bisa dilakukan dan dilarang berkaitan
dengan main PS. Misalkan, main PS atau video game hanya boleh Ahad dan
hari libur. Hari sekolah dilarang. Kontrak bermain ini harus konsisten
ditaati oleh anak maupun orangtua. ”Sekali muncul rasa kasihan anak akan
memanfaatkan kelemahan itu,” katanya.
Lama
bermain mainan elektronik ini penting ditakar dengan mempertimbangkan
aktivitas lain yang harus dilakukannya. Psikolog Anak di RSUD Cilacap
Jateng ini memaparkan, orangtua harus mengetahui durasi kegiatan lain
yang dimiliki anak. Dari 24 jam dalam sehari, ada waktu untuk sekolah,
belajar, membantu orangtua dan lainnya. Sisa dari waktu itu bisa untuk
main PS. Namun, tandas Reni, ”Maksimal dua jam sudah cukup.”
Pada sisi lain, Reni menyarankan orangtua agar selektif terhadap
jenis video game yang boleh dimainkan anak. Sebab, cukup banyak game
yang memiliki nilai edukasi dan bisa mengasah keterampilan berpikir dan
menganalisis. Misalnya, program menyusun bangunan -ruang-, memasang
anggota badan, atau mengajak anak aktif berbicara. Game olahraga juga
bisa menjadi rujukan untuk mainan anak-anak.
Agar anak tidak soliter, permainan sebaiknya dilakukan bersama:
antara orangtua dan anak atau bersama teman-teman. Ini bukan saja
membuat suasana semakin seru, tetapi yang penting semakin menambah
keakraban.
Tak ada kegiatan lain
Seperti kasus Adi dilarang main PS di rumah, malah pindah ke warnet atau
rumah temannya? Peraturan di rumah tentu berbeda dengan yang diterapkan
di rumah tetangga atau teman-teman anak. Namun, bagi psikolog yang
aktif di Himpsi (Himpunan Psikolog Indonesia) Wilayah DKI Jaya ini,
semua itu harus dilihat dari pola asuh dan tipe anak. Anak yang memiliki
jalinan komunikasi yang baik dengan orangtua sulit berbohong.
Kalaupun anak kepergok atau mengaku bermain game di luar, Reni
menyarankan orangtua agar tidak panik. Apalagi memarahi anak. Langkah
efektif ajak anak komunikasi. Tinjau kembali poin yang tercantum di
kontrak bermain. Kalau ada yang dilanggar apa konsekuensinya. Beri
peringatan pertama dulu, jika masih dilanggar uang saku bisa dikurangi.
Reni menyebut beberapa hal yang menyebabkan anak kecanduan game. Di
antaranya, anak tidak memiliki kegiatan alternatif atau tidak mempunyai
teman sebaya. Dari kedua hal ini pelarian yang paling mudah dengan
bermain game. Dalam permainan ini, anak akan mendapat suatu keasyikan.
Jika kondisi ini dibiarkan, anak akan enjoy bermain sendiri.
Akibatnya mereka memiliki sifat sangat individualistis dan egois.
Padahal, ujar Reni, bermain sendiri grade-nya lebih rendah dari bermain
kelompok. Kalau bermain kelompok, anak akan memiliki jiwa sosial,
memiliki kepekaan terhadap orang, dan tidak egois.
”Sebelum telanjur anak kecanduan game, orangtua harus mencarikan
kegiatan alternatif bagi anak. Kegiatan yang dipilih jangan berkaitan
lagi dengan sekolah tapi lebih ke hobi minat si anak,” paparnya.
Sebagai alternatif permainan video dan PS yang merajalela di pasaran,
Reni lebih setuju bila orangtua memperkenalkan anak-anak dengan
permainan tradisional seperti galasin dan gobak sodor. ”Permainan
kelompok itu lebih menyenangkan dan merangsang kecerdasan anak,” kata
dia. Mengapa? Permainan itu mengajak berinteraksi dengan orang lain,
melatih saraf motorik anak, berstrategi agar memenangkan permainan dan
melatih jiwa sosial simpati merasakan bagaimana kalau lawannya kalah.
Ambil Sikap yang Jelas dan Tegas
Jangan harapkan anak menentukan sendiri batasan waktunya bermain
video game. Begitu juga jenis yang dimainkannya. Berikut beberapa yang
perlu jadi pegangan:
* Batasi waktu bermain video game. Bila nilai anak buruk di sekolah, laranglah sementara bermain.
* Jangan izinkan anak menunda waktu tidur karena ia ingin menyelesaikan
game-nya. Jika waktu tidur mendekat, beri ia peringatan 10 menit
sebelumnya.
* Doronglah anak untuk menyelesaikan sendiri perselisihan dalam hal
penggunaan video game. Bila pertengkaran semakin seru, singkirkan
permainan itu sampai mereka mencapai penyelesaian.
* Bantulah anak memilih video game yang tidak menampilkan kekerasan.
Bila anak meminjam game baru, periksa dulu sebelum ia memainkannya.
* Bila Anda memiliki komputer, cobalah game edukasi. Game seperti ini
mengombinasikan akademik dan hiburan. Bila Anda memiliki pilihan,
belilah computer game ketimbang video game.