Oleh Dr. Bambang Indriyanto
Kepala Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud
Ketika diselenggarakan Rapat Kerja antara Menteri
Pendidikan Nasional dengan Komisi X pada tanggal 3 Maret 2011, Menteri
Pendiidkan Nasional Prof. Muhamad Nuh membuat suatu pernyataan yang menarik
untuk disimak dan direnungkan. Intinya pendidikan yang kita rencanakan sekarang
adalah untuk mempersiapkan generasi yang akan berkiprash di masa depan bangsa.
Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) perlu untuk mendapatkan perhatian
khusus karena mereka yang sekarang pada masa usia dini (2-5 tahun) akan menjadi
generasi yang mengendalikan bangsa ini pada tahun 2045.
Tahun 2045 akan menjadi tonggak sejarah bangsa ini
karena pada tahun itu Bangsa Indonesia memperingati 100 tahun Kemerdekaannya.
Pada tahun itu, bangsa Indonesia akan sudah 100 tahun bebas dari penjajahan.
Adalah suatu kewajaran atau bahkan suatu keharusan bahwa tahun 2045 itu
dijadikan benchmarkuntuk menentukan kinerja bangsa ini selama seratus
tahun merdeka dari penjajahan dan menentukan daya saing di arena internasional.
Sekarang kita sudah berada pada tahun 2011. Waktu yang
tersisa tinggal tiga puluh lima tahun lagi. Waktu ini tidaklah lama untuk
membangun suatu generasi yang siap untuk berkiprah pada tahun 2045.It’s now
or never (kapan lagi kalau tidak sekarang).
Isyarat awal
Kebijakan pendidikan tidak berlangsung dalam
kevakuman. Apa yang terjadi sekarang menjadi isyarat awal (precursor)
bagi hasil kebijakan pendidikan ke depan. Terdapat dua isyarat awal yang akan
memperngaruhi kebijakan pendidikan ke depan khususnya untuk proses mengajar
mengajar di sekolah. Pertama adalah kemajuan teknologi informasi yang sudah
menyentuh hampir semua bidang kehidupan manusia. Dengan adanya penerapan
teknolohgi informasi pada pendidikan, kegiatan belajar mengajar tidak lagi
hanya didefinisikan sebagai proses interkasi antara guru dan siswa dalam kelas,
tetapi proses memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat berlangsung baik di dalam
maupun di luar kelas.
Kedua adalah keterbukaan. Sebagai akibat dari
globalisasi yang didukung menyebarnya teknologi informasi, praktis tiada ada
yang tertutup lagi. Siswa dengan mudah mendapatkan informasi apa yang mereka
kehendaki tanpa hambatan yang berarti. Informasi tersebut dapat bersifat
negatif atau positif.
Kedua isyarat awal tersebut akan mempunyai pengaruh
langsung dalam kebijakan pendidikan. Dipertimbangkan atau tidak, teknologi
informasi dan keterbukaan akan mempengruhi pola berpikir dan perilaku siswa.
Oleh karena itu, dalam pengambilan kebijakan pendidikan keduanya sudah harus
secara sistematis dipertimbangkan sebagai modal awal (intial endowment)
menyusun kebijakan pendidikan ke depan.
Kedua isyarat awal tersebut terutama akan berpengaruh
terhadap metode mengajar di sekolah. Guru tidak akan lagi menjadi satu-satunya
sumber ilmu pengetahuan bagi siswa ketika mereka mengikuti proses belajar
mengajar di ruang kelas. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator
bagi siswa. Dengan peran ini guru akan melakuan dua peran yaitu mengarahkan
siswa tentang apa yang harus mereka pelajari dan memotivasi siswa. Kedua guru
perlu untuk terus mengembangkan pengetahuaannya agar dapat mengimbangi
kemampuan siswa dan mengembangkan sikap sensitivitas terhadap perubahan yang
secara dinamis terjadi baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri.
Arah
kebijakan
Meskipun pendidik anak usia dini merupakn titik tolak
untuk mempersiapkan generasi ke depan, namun pendidikan usia dini bukan program
terminal. Keberhasilannya masih akan menempuh melalui jalan panjang yang
berliku yaitu pendidikan dasar, menengah sampai dengan tinggi. Ketika jenjang
pendidikan dasar, menengah, sampai dengan tinggi merupakan jalan yang terputus
maka keberhasilan pada pendidikan anak usia dini tidak akan memberikan makna.
Terdapat dua strategi yang perlu ditempuh untuk
menjamin keberhasilan pendidikan anak usia dini. Pertama program pendidikan
anak usia dini harus merupakan program berkelanjutan dengan program pendidikan
pada jenjang berikutnya (seamless). Berdasarkan pada prinsip
berkelanjutan ini memberikan isyarat bahwa pada saat anak usia dini telah
menyelesaikan program PAUD, program pendidikan jenjang pendidikan yang lebih
tinggi menyambut mereka dengan layanan pendidikan yang lebih baik mutunya.
Hanya dengan cara ini anak usia dini akan dapat mengembangkan minat dan
bakatnya secara optimal ketika mereka lulus perguruan tinggi menjelang tahun
2045.
Pendekatan keberlanjutan untuk menjamin mutu
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar sampai dengan tinggi tidak akan
terjadi secara otomatis tanpa adanya kebijakan yang integratif antar jenjang
yang harus dimulai saat ini. Kebijakan peningkatan mutu secara integratif
dilakukan dengan memberikan penekanan yang sama antara PAUD sampai dengan
jenjang pendidikan tinggi.
Sinkronisasi
kebijakan
Sebagai salah satu bagian dari kebijakan publik,
keberhasilan pelaksanaan kebijakan pendidikan tidak terlepas dari keberhasilan
kebijakan publik lainnya. Faktor kemiskinan dan stabilitas politik dalam
negeri, serta ketersediaan fasilitas umum yang memadai menjadi kondisi yang
harus ada dulu secara mencukupi.
Kemiskinan menjadi indikator kemampuan anggota
masyarakat untuk “membeli” pendidikan bagi anaknya. Pemerintah, pusat dan
daerah, tidak akan mampu mengratiskan pendidikan secara menyeluruh. Subsidi
yang dialokasikan oleh pemerintah hanya dapat membiayai sebagian biaya yang
diperlukan oleh siswa untuk menamatkan pada jenjang pendidikan tertentu. Biaya
pendidikan tidak hanya biaya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Untuk dapat menamatkan pendidikannya orang tua masih perlu
untuk menyediakan dana untuk membiayai transportasi siswa dari ruma ke sekolah,
pembelian buku tulis, dan pakaian.
Di samping itu, orang tua harus menanggung biaya tidak
langsung berupa hilangnya pendapatan keluarga karena anak harus hadir di
sekolah untuk periode tertentu. Dalam istilah ekonomi hilangnya sebagian
penghasilan keluarga ini di sebut dengan foregone earning. Bagi
orang tua dengan penghasilan tinggi, foregone eaning tidak mempunyai sumbangan
yang siginfikan terhadap penghasilan keluarga. Hal ini tidak demikian halnya
dengan keluarga dengan pendapatan rendah. Jika anak mengikuti kegiatan belajar
mengajar secara rutin, keluarga akan kehilangan sebagian besar penghasilan
keluarga.
Untuk memperkecil resiko foregone earning, terutama
bagi keluarga dengan penghasilan rendah. Penyediaan lapangan kerja bagi mereka
merupakan keharusan. Dengan meningkatnya penghasilan mereka tidak saja akan
mengurangi beban pemerintah untuk menyediakan subsidi, seperti misalnya
beasiswa miskin, tetapi juga untuk meningkatkan “daya beli” masyarakat terhadap
pendidikan.
Sebagai alternatif dana subsidi pendidikan dapat
dialokasikan untuk peningkatan mutu pendidikan dengan menyediakan sarana
teknologi informasi secara lebih merata kepada semua sekolah di Indonesia,
serta peningkatan kompetensi guru baik yang mengajar di sekolah negeri maupun
swasta di seluruh Indonesia.
Permasalahan perenial yang sampai sekarang masih
dihadapi dalam upaya meningkatkan prestasi akademis siswa adalah gizi siswa.
Siswa tidak dapat mencapai prestasi akademis maksimal jika asupan gizinya tidak
memadai. Permasalahan ini tentu saja tidak menjadi tanggung jawab utama
Kementerian Pendidikan Nasional, tetapi Kementerian Kesehatan.
Stabilitas politik memang tidak secara langsung mempunyai
pengaruh kepada kebijakan pendidikan. Tetapi stabilitas politik menjadi fondasi
bagi kelancaran pelaksanaan kebijakan pendidikan. Pemerintah merupakan pihak
yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan. Stabilitas politik
memungkinkan pihak eksekutif dan legeslatif untuk memusatkan perhatiannya
bagaimana menetapkan mekanisme pelaksanaan program pendidikan secara adil dan
merata dan menentukan alokasi anggarannya.
Desentralisasi sampai dengan saat ini belum memberikan
indikasi terhadap terjaminnya efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan
kebijakan pendidikan. Koordinasi antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah masih menjadi wacana yang mudah untuk diucapkan tetapi belum
menjadi solusi pelaksanaan kebijakan pendidikan. Rekonsiliasi arah kebijakan
pendidikan antara pemerintah pusat dan daerah belum mencapai kesepakatan.
Otonomi pada tingkat pemerintah kebupaten/kota menjadi domain politik daripada
domain manajemen. Dengan adanya fenomena ini penujukkan seseorang untuk menjadi
kepala dinas bahkan kepala sekolah cenderung didasarkan pada aliansi politik
seseorang dengan bupati/walikotayang berkuasa daripada kepala dinas atau kepala
sekolah yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Sebagai konsekuensi pemerintah
pusat mengalami kesulitan untuk mengimplementasikan kebijakan pendidikannya
pada tingkat daerah. Contoh yang sedang menjadi isu saat adalah pendistribusian
BOS. Dengan adanya perubahan distribusi dana BOS yang disalurkan melalui
pemerintah kabupaten/kota sampai dengan saat ini tidak lebih dari tiga ratus
kabupaten/kota yang telah menyalurkan dana BOS tersebut. Padahal ketika BOS
masih disalurkan secara terpusat oleh Kementerian Pendidikan Nasional, bulan
Maret sudah mulai melangkah pada penyaluran triwulan kedua.
Globalisasi telah menghadang mulai sekarang dan akan
semakin terbuka ke masa depan. Kompetisi akan menjadi aturan main yang harus
diikuti oleh setiap negara yang keberadaannya diakui oleh negara lain. Untuk
dapat memenangkan kompetisi mengandalkan pada sumber daya alam tidak lagi
menjadi faktor pendukung utama. Sumber daya manusia yang berkualitas akan
menjadi modal utama. Pertumbuhan ekonomi akan ditentukan oleh kemampuan warga
suatu bangsa menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Ke depan knowledge
and technology base economy akan semakin dominan.
Pendidikan memegang peran penting untuk menghantarkan
bangsa Indonesia tampil di arena global dan memenangkannya. Namun Kementerian
Pendidikan Nasional tidak bisa melaksanakannya sendiri. Koordinasi berbagai
sektor publik pendukung kebjakan pendidik bersama dengan komitmen antara
legeslatif dan eksekutif dan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah
menjadi modal penting. Mari kita songsong bersama tahun 2045 yang menjadi
tonggak sejarah Bangsa Indonesia.
Sumber : http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/artikel-generasi-2045